Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya menjaga supremasi sipil saat menanggapi pertanyaan soal isu darurat militer dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB) dalam pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/9).
Isu darurat militer menjadi salah satu bahasan utama dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam antara Presiden Prabowo dan sejumlah tokoh GNB.
“Itu salah satu poin yang kami sampaikan (terkait isu darurat militer), bahwa supremasi sipil harus ditegakkan, dan Presiden berkali kali menegaskan komitmennya untuk itu, bahwa Presiden berkomitmen menegakkan supremasi sipil,” ujar Lukman Hakim Saifuddin, anggota GNB sekaligus mantan Menteri Agama, usai pertemuan di Istana Kepresidenan, Kamis (11/9) malam.
Ia pun mengajak masyarakat untuk melihat secara langsung komitmen serta janji Presiden dalam menjaga supremasi sipil.
“Kita lihat saja ke depan bagaimana, semoga apa yang beliau sampaikan, yang beliau janjikan itu dapat terealisasi dalam tataran implementasi,” tambahnya.
Terkait supremasi sipil, GNB juga menyoroti keterlibatan militer dalam berbagai ruang sipil. Mereka menyampaikan kepada Presiden bahwa TNI harus ditempatkan sebagai tentara profesional, artinya prajurit TNI jangan dibebani atau disibukkan dengan tugas-tugas di luar pokok dan fungsinya.
“Untuk menjadikan (prajurit) profesional, dia harus fokus. Kita ingin TNI ini betul betul kuat pada diri bangsa ini. Maka, jangan lagi disibukkan dengan hal hal yang tidak berkaitan dengan peran dan tugas pokoknya. Jadi, itu pada hakikatnya merupakan manifestasi dari supremasi sipil,” ujarnya.
Selain itu, Gerakan Nurani Bangsa meminta Presiden Prabowo segera membentuk komisi reformasi Polri serta komisi investigasi independen yang menyelidiki rangkaian kerusuhan Agustus 2025.
Presiden Prabowo, sebagaimana disampaikan Lukman dan anggota GNB lainnya, menyetujui usulan pembentukan komisi reformasi Polri dan komisi investigasi independen untuk menyelidiki rangkaian kerusuhan yang oleh GNB disebut sebagai “Prahara Agustus”.
Gerakan Nurani Bangsa yang diterima Presiden di Istana Kepresidenan terdiri atas Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Romo Franz Magnis-Suseno SJ, Prof. M. Quraish Shihab, KH Ahmad Mustofa Bisri, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Prof. Dr. Amin Abdullah, Bhikkhu Pannyavaro Mahathera, Alissa Q. Wahid, Lukman Hakim Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Pendeta Jacky Manuputty, Pendeta Gomar Gultom, Romo A. Setyo Wibowo SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Eri Seda, Laode Moh. Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, dan Slamet Rahardjo.





