Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (DPP HPMPI), Steven, menekankan perlunya langkah nyata untuk mencegah agar krisis bahan bakar minyak (BBM) tidak kembali terjadi di Provinsi Bengkulu.
“Seperti diketahui, pengerukan alur yang sempat menjadi perhatian langsung Bapak Wakil Presiden saat kunjungan ke Bengkulu, dan ditindaklanjuti melalui Instruksi Presiden yang ditandatangani Bapak Presiden Prabowo Subianto, resmi berakhir pada 31 Agustus 2025. Namun, faktanya, target kedalaman alur LWS 6 meter tidak tercapai, hanya berkisar 2,9–3 meter,” ujar Steven melalui pesan elektronik di Bengkulu, Minggu.
Kondisi ini membuat kapal berkapasitas besar sulit masuk, sehingga rantai pasok energi bisa terganggu.
“Informasi terakhir dari lapangan menunjukkan beberapa kapal enggan mengambil risiko masuk alur pelabuhan karena dangkal dan berisiko tinggi,” tambahnya.
Meski Pertamina Bengkulu berupaya menstabilkan suplai dengan menambah pasokan dari provinsi lain, menurut Steven, alih-alih menekan potensi gangguan distribusi, pola suplai BBM justru bergeser.
“Pantauan kami menunjukkan pasokan kini lebih banyak dipenuhi melalui skema distribusi Reguler, Alternatif, dan Emergency (RAE) dari provinsi tetangga, sementara optimalisasi suplai dari depot BBM di Bengkulu belum maksimal,” jelasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bengkulu menunjukkan komitmen dengan menurunkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari 10 persen menjadi 7,5 persen sebagai upaya meringankan beban masyarakat.
Namun, menurut Steven, penurunan harga hanya efektif jika ketersediaan BBM, khususnya non-subsidi, tetap terjamin.
Pendangkalan alur pelabuhan bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak luas. Suplai BBM tersendat, baik untuk SPBU maupun Pertashop.
“Pulau terluar berisiko kembali terisolir, aktivitas transportasi industri, baik pemerintah maupun swasta, terganggu, dan rantai distribusi bahan pokok serta kebutuhan dasar masyarakat ikut terdampak,” kata dia.
Oleh karena itu, Steven menilai langkah pencegahan sangat diperlukan agar krisis BBM seperti beberapa bulan lalu tidak terulang.
“DPP HPMPI berharap Bapak Presiden dan Wakil Presiden memberikan perhatian penuh terhadap kondisi ini. Pelabuhan adalah urat nadi perekonomian daerah; bila terganggu, efek domino akan meluas ke berbagai sektor,” ujarnya.
“Kami menyerukan pembentukan Satgas Pengawasan dan Penanggulangan yang melibatkan lintas kementerian, pemerintah daerah, DPR RI, DPD RI, dan BUMN terkait, agar pengerukan alur berjalan sesuai rencana, transparan, dan bebas penyalahgunaan,” tambahnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya penguatan distribusi energi agar suplai BBM, baik subsidi maupun non-subsidi, tetap lancar melalui sinergi depot, skema RAE, dan optimalisasi armada distribusi.
“Saatnya menghapus ego sektoral. Semua pihak perlu bergandeng tangan dengan semangat gotong royong dan keterbukaan, demi menjaga keberlangsungan hidup masyarakat serta stabilitas ekonomi daerah,” kata Steven.
Menurut Steven, para pengusaha Pertashop yang tergabung dalam HPMPI yakin tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan jika kepentingan rakyat ditempatkan sebagai prioritas utama.
Perekonomian daerah, ketersediaan energi, dan keberlangsungan UMKM adalah kepentingan bersama yang harus dijaga.
Pertashop berperan vital sebagai penyalur energi rakyat, tidak hanya di perkotaan, tetapi terutama di pelosok desa yang jauh dari SPBU, dan stabilitas suplai BBM menjadi syarat mutlak agar keadilan energi benar-benar dirasakan masyarakat hingga daerah terpencil.




